Minggu, 08 Mei 2016

Setengah Lingkar Bumi

'Mengapa aku harus mengelilingi setengah lingkar bumi untuk menemukan seseorang yang mencintaiku sepenuh hati padahal orang itu selama ini ada di dekatku?'

Andai kau Gloria dan aku Melman...
Karena kita tidak bersama di setengah belahan bumi lainnya, akankah kau mengelilingi kembali setengah lingkar bumi?
Kembali ke titik semula untuk menemuiku?

***

Apa yang kulakukan?
Aku mempertanyakan keputusanku di saat hal itu tidak dapat ditarik kembali.
Ditambah beberapa kata umpatan pada diri sendiri, aku membetulkan posisi dudukku.
Berpuluh-puluh pertanyaan retorik terus memenuhi isi kepala selama aku memandang keluar jendela yang basah oleh titik-titik hujan.

Kau gila, ya?
Kau tidak tahu apa yang kau lakukan?
Apa yang kau harapkan?
Kau tahu, kan apa yang akan kau hadapi?

Pada akhirnya kata-kata di e-mail terakhirmu memenangi pergulatan perasaan ini.

Kulakukan juga perjalanan ini.
Perjalanan panjang untuk menemui kau yang selama ini tanpa sadar telah menawan sepotong kecil hati ini.
Sepotong kecil yang berisi sebuah kunci di dalamnya.
Dan mungkin juga sebuah remot AC ruang hati ini.
Aku menyetel suhunya terlalu rendah saat kau pergi.

Kulakukan juga perjalanan setengah lingkar bumi ini, hanya untuk mengucapkan selamat atas pernikahanmu.

'Aku benar-benar mengharapkan kehadiranmu.'


Ya, setidaknya pada akhirnya kau menginginkan kehadiranku.


Minggu, 24 Januari 2016

Dua Puluh Empat

Aku tidak pernah menganggap hari lahir adalah hari spesial, sejak beberapa tahun terakhir.
Entah sejak kapan, tidak ada kue, tidak ada pesta, bahkan senyum sumringah pun tidak ada.
24 Januari ini menjadi hari biasa, seperti 365 hari lainnya di tahun ini.
Mungkin karena tidak ada perayaan spesial, tidak ada hal spesial yang perlu dirayakan.
Adanya bertambah tua.
Lalu, pertanyaan dari diri sendiri menyentil.
'Makin tua, makin jadi baik, tidak?'

Dua puluh empat.
'Cepat juga,' cetusku dalam hati.
Setahun lagi menuju seperempat abad. Tahun yang sangat dekat dengan istilah quarter life crisis.
Sudah berbuat apa, sudah menjadi apa, mau menjadi apa, akan menjadi apa?
Tidak perlu tuntutan dari luar, tuntutan dari diri sendiri saja sudah cukup menyakiti.
Menyakiti.
Ya, karena arah tujuannya belum ada.
Gelap.

Secara finansial tidak bagus-bagus amat, secara karir bisa dibilang biasa sekali, secara perilaku malah sepertinya makin memburuk di depan keluarga.

Wah, benar-benar quarter life crisis.

Sudah beberapa tahun ini aku sadar, tidak ada yang bisa dibanggakan dari hidup ini.
Kalo begini terus, ga bakal bisa mandiri sendiri.
Tapi, apa yang bisa dilakukan?

Entahlah, gelap





Dua puluh empat.
Berjalanlah pelan-pelan.
Aku tidak tahu harus berkata apa pada dua puluh lima.

Dan, bisakah kau katakan padaku, 'Tenanglah, inilah hidup. Jalani saja.'