Seoul Lonely
"Lebih baik kita berpisah."
"Ya, lebih baik begitu."
Satu kalimat darimu, dan satu
balasan dariku.
Kata-kata yang kita lontarkan dengan
suasana hati begitu buruk...
Kata-kata yang kita ucapkan saat air
mata mengambang siap terjatuh...
Kata-kata yang membuat kita saling
tertegun, diam tanpa kata, lalu meninggalkan satu sama lain dengan rak-rak
perasaan yang porak-poranda.
Hati ini tertinggal, dengan
serpihan-serpihan cinta yang semakin tajam menusuk.
Apa yang telah kulakukan?
Tiap detik waktu yang kita lalui
dengan kepercayaan akan satu rasa yang sama, apa sudah memudar?
Segala tawa yang tercipta, apa sudah
tak berguna?
Apa yang telah kulakukan?
Mengapa aku membalas kata-katamu
seperti itu?
***
Aku bahkan tidak ingat apa yang membuat kita bertengkar
hebat hari itu.
Pertengkaran akan hal kecil yang merubah hari yang kulalui.
Pertengkaran yang membuat kita berpisah.
Kota ini tiba-tiba tak lagi seriuh dahulu.
Suasananya, tak lagi seceria dahulu.
Kucoba melaluinya.
Kuhabiskan waktu bersama sahabat, namun kekosongan itu tetap
tak terisi juga.
Aku tahu, bukan kota ini yang berubah...
Hati ini yang menghampa.
Apa yang telah kuperbuat?
Mengapa aku mengucapkan hal bodoh itu?
***
Bukan kebiasaanku melangkahkan kaki
tanpa tujuan.
Namun malam ini, aku kembali
menyusuri jalan, memperhatikan kendaraan yang berlalu lalang.
Menyusuri tepian sungai, menatap
kelap-kelip cahaya di kejauhan.
Menyusuri pertokoan yang mulai
tutup,
dan sepi itu kembali merongrong
sudut hati ini.
Setiap langkah yang kuciptakan
membawa banyak pikiran dalam benak ini.
Menjadi orang dewasa, mengapa sesulit ini?
Ego, kenapa harus ikut bertumbuh seiring waktu?
Membuat hati dan bibir ini terus bersitegang.
Ingin namun tak terucap.
Tak ingin namun terucap.
Takkah kau pernah berkata,
“Cinta itu sederhana, kita yang membuatnya rumit.”
Sekarang aku menyetujuinya.
Rasaku saat ini sangat sederhana.
Namun, begitu rumit untuk
diutarakan...
Kususuri lorong sepi dengan lampu
jalan yang bersinar temaram. selangkah demi selangkah.
Langkah itu tiba-tiba terhenti.
Kau kini berdiri di depanku.
Dengan ekspresi yang tak dapat
kumengerti.
***
Kau dan aku, berhadapan tanpa kata.
Apa yang membuatmu berada di sini?
Apa karena rasa sepi yang sama?
Pelan, dengan tak kentara kutarik tangan kiriku ke belakang.
Namun aku menemukan bahwa kau menyadarinya.
Tatapanmu pada tanganku, sikapmu.., kau dan perasaanmu,
kembali sulit kubaca.
Lama kita tetap diam.
Sama-sama bimbang untuk mengambil tindakan.
Dengan berat kulangkahkan kaki lagi.
Tak ada kata yang mampu terucap.
Maka, kulakukan hal itu...
Berjalan nelewatimu tanpa menoleh.
Saat selangkah kakiku melewati posisimu, kau pun ikut
melangkah pergi.
Aku tak bisa melihat jari-jari di tanganmu tadi.
Atau kau sudah melepaskannya?
Apa kau sudah membuang cincin itu?
Tapi aku hanya bisa membiarnya melingkar di jemari.
Kau tahu berapa kali kulempar cincin ini?
Aku membuangnya berkali-kali.
Namun dengan perasaan hancur, kupungut dan kulingkarkan lagi
ke jari yang sama.
Jarak kita semakin jauh, dan keheningan semakin pekat melingkupi.
"Maafkan
kata-kataku. Aku tak pernah ingin berpisah... Ketahuilah bahwa aku masih
mencintaimu."
Kata-kata itu, bahkan tak bisa kuucapkan sedikitpun.
***
Apa yang kau lakukan dengan gerakan
itu?
Berusaha menyembunyikan tanganmu,
jari-jarimu?
Tatapanmu saat melihat mataku
tertuju pada tanganmu itu..,
apa menyiratkan rasa bersalah?
Kenapa? Kau sudah melepasnya?
Kau tidak terlihat memperdulikan
tanganku tadi.
Takkah kau lihat bahwa aku juga
mencoba menyembunyikan telapak tangan kiriku?
Aku tidak ingin kau melihat bahwa
aku masih menggunakannya.
Ya, cincin itu masih melingkar di
tempatnya selama ini berada, berusaha mempertahankan perasaan yang mulai
kehilangan arah.
Tapi sepertinya kau tidak
memperdulikannya semua itu.
Langkahmu yang kemudian
meninggalkanku menguatkan prasangka itu.
Inikah jawabanmu?
Apa cinta itu tak lagi tertinggal di
relung hatimu?
Sepi
yang melingkupi semakin terasa pekat seiring langkahku yang berlalu pergi,
Menyamakan
dengan suara langkahmu yang semakin tak terdengar di belakang sana.
"Aku tidak pernah ingin berpisah... Aku mencintaimu..."
entah mengapa kata-kata itu hanya
terkunci di ujung lidah ini
***
Tulisan ini sebenarnya sudah lama saya tulis,bahkan dari
awal lagu Seoul Lonely -- sebuah lagu dari boyband Phantom featuring Gain (Brown Eyed Girl)-- dirilis.tapi
karena terkendala margin kiri-kanan (saya males harus buka laptop heheh), baru sekarang bisa saya post J.
Ya, tulisan ini terinspirasi dari lagu tersebut, sebuah lagu
dengan harmonisasi suara yang luar biasa, lirik yang dalam dan video yang
sangat indah.